Warung Wajib Bersetifikat Halal

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Dr Munawar A Djalil MA Menyampaikan Sosialisasi Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal di Hotel Rasamala, Banda Aceh, Kamis, (18/5/2017).

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Dr Munawar A Djalil MA Menyampaikan Sosialisasi Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal di Hotel Rasamala, Banda Aceh, Kamis, (18/5/2017).

Dinas Syariat Islam Aceh – Pemerintah Aceh secara bertahap mulai mewajibkan setiap warung makanan dan minuman, maupun unit usaha obat-obatan dan kosmetik untuk bersertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Permusyawaratan Ulama (LPPOM MPU) Aceh. Jika tidak, maka pemiliknya terancam cambuk 60 kali.

Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Dr Munawar A Djalil MA menyampaikan hal ini ketika menjawab Serambi di sela-sela sosialisasi Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal (SPJH) di Hotel Rasamala, Banda Aceh, Kamis (18/5). Acara yang diadakan DSI Aceh ini diikuti 25 peserta dari berbagai instansi Pemerintah Aceh dan lima orang dari asosiasi pengusaha.

Munawar menjelaskan, klausul ini diatur dalam Qanun tersebut, sehingga setiap pengusaha/pemilik warung wajib mengajukan permohonan akreditasi halal ke LPPOM MPU Aceh yang didalamnya melibatkan tim terpadu dari instansi lainnya, seperti Disperindag, Dinas Kesehatan, dan Satpol PP & WH. Aturan khusus ini berbeda dengan daerah umum lainnya di Indonesia yang sertifikasi halal nya masih boleh ada atau tidak.

“Kemudian tim terpadu ini yang turun ke warung untuk meneliti dan mengkaji, apakah semua makanan itu atau prosesnya sudah halal, termasuk terhindar dari bakteri atau dari hal-hal diharamkan, seperti formalin dan boraks,”kata Munawar.

Ia tegaskan, pemilik warung tak bisa beroperasi/berjualan tanpa mengajukan permohonan sertifikasi halal karena alasan produk mereka sudah terjamin halal. Pasalnya, jaminan halal itu tetap harus melalui kajian tim terpadu LPPOM MPU Aceh yang kemudian dibuktikan melalui sertifkasi atau logo halal di warung, kafe, atau restoran masing-masing.

“Bagi pengusaha atau pemilik usaha warung yang muslim, tetapi tidak memiliki sertifikasi halal, maka sanksi pidananya cambuk 60 kali. Bagi pemilik yang non muslim, juga ada sanksi pidananya tersendiri”, kata Munawar tanpa menyebut detail sanksi pidana untuk pelanggar yang non muslim.

Kemarin, seusai membuka acara ini, Munawar juga memberikan materi tentang peran Pemerintah Aceh dalam melahirkan Qanun-qanun Syariat Islam. Dilanjutkan oleh tiga materi lainnya, yakni mewakili Kadisperindag Aceh (sistem perdagangan halal dan islami untuk perlindungan konsumen), mewakili Kepala BPOM Aceh (Fungsi Pengawasan Produk Halal pada Pemasukan Barang dan Obat-obatan), dan mewakili Ketua MPU Aceh (Penetapan Fatwa dan Label Halal Produk Pangan, Obat serta Kosmetika).

Munawar juga menginformasikan bahwa mulai tahun ini Qanun Aceh Nomor 8 Tahun Tentang Sistem Jaminan Produk Halal sudah mulai disosialisasikan, termasuk telah diagendakan DSI Aceh dan DPRA sosialisasinya hingga keseluruh Kabupaten/Kota di Aceh. “kemudian sosialisasinya lebih diintensifkan lagi pada  2018 yang berbarengan dengan tahapan penegakan hukumnya”, tegas Munawar.

Ia tambahkan, aturan ini diberlakukan untuk menjamin kehalalan setiap makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetik yang dikonsumsi/dipakai warga, seperti yang sudah lama ditetapkan dan berjalan baik di Malaysia. Apalagi wisatawan yang berkunjung ke Aceh paling banyak selama ini dari Malaysia yang juga kerap mempertanyakan kehalalan makanan di Aceh karena tak ada sertifikasi. Selain itu, Pemerintah Aceh juga menetapkan hal ini karena sejak 2016 Aceh sudah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata halal di dunia, maka kehalalannya bagi wisatawan harus terjamin disegala bidang, terutama kuliner yang menjadi keunggulan Aceh. (sal)

Sumber : Serambinewspaper

Posted in Berita and tagged .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *