Aceh Tidak Hanya Tentang Hukum Jinayah

Sekretaris Dinas Syariat Islam Aceh Drs Darjalil Memberikan Cindera Mata Kepada Perwakilan Syarikat DCL Travel & Tours SDN BHD Malaysia di Aula LPTQ Aceh, Jum’at, (06/3).

Dinas Syariat islam Aceh – Aceh tidak hanya tentang hukum jinayah tetapi juga menyangkut aspek lainnya, seperti ekonomi Islam, dakwah, pembinaan aqidah, akhlak dan lain-lain dalam kehidupan masyarakat Aceh. Khasanah keislaman di bumi Aceh saat ini kian terasa dengan hadirnya produk hukum berupa qanun-qanun syariat Islam yang mengikat masyarakat Aceh dan orang yang berada di wilayah Aceh.

Hal ini disampaikan Sekretaris Dinas Syariat Islam Aceh Drs Darjalil pada pertemuan penerimaan kunjungan Syarikat DCL Travel & Tours SDN BHD Malaysia, Jum’at 06 Maret 2019 di Aula LPTQ Aceh.

Kehadiran mereka disambut oleh Sekretaris DSI Aceh Drs Darjalil Kasi Perundang-undangan Dr. Fikri Bin Sulaiman Ismail, LC, serta sejumlah pegawai DSI Aceh lainnya.

Menurut Darjalil, dunia luar heboh dengan syariat Islam di Aceh sementara  masyarakat Aceh sendiri menerima dengan senang hati pelaksanaan syariat Islam. “Walaupun syariat Islam banyak mengalami tantangan dari pihak luar namun pemerintah Aceh tetap komit terhadap pelaksanaan syariat Islam sehingga syariat Islam bisa ditegakan secara kaffah, karena dengan Islam lah mejadi satu-satunya jalan untuk menuju kehidupan yang sejahtera dan damai baik itu di dunia maupun akhirat.

Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang dapat melaksanakan Syariat Islam secara menyeluruh, ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 44 tahun 1999 tentang 4 (empat) keistimewaan yang diberikan Indonesia kepada Aceh yaitu; pertama, keistimewaan penyelenggaraan agama; kedua, keistimewaan bidang pendidikan; ketiga, keistimewaan bidang adat istiadat; keempat, keistimewaan dalam peran ulama. Keistimewaan bidang penyelenggaraan agama diterjemahkan dalam bentuk penerapan syariat Islam dan diperkuat dengan Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.

Darjalil menambahkan, Hukum Islam yang berlaku di Aceh menganut 2 azas yaitu: azas territorial dimana hukum syariat hanya berlaku di wilayah Aceh dan azas personality dimana hukum syariat Islam berlaku untuk setiap muslim yang berada di Aceh.

Sementara itu Dr Fikri Sulaiman LC menambahkan, Aceh setelah melalui perjalanan yang sangat panjang untuk memperjuangkan pelaksanaan Syariat Islam, terjadilah musibah tsunami tahun 2004 maka pada pertengahan tahun 2005 dicapailah kesepakatan untuk menghentikan konflik  antara  GAM  dan  Tentara  Republik  Indonesia  (TNI)  dibantu  Polisi  Republik Indonesia (Polri) di Helsinki, Finlandia. Kemudian melalui perundingan tersebut diperoleh sebuah kesepakatan damai yang dikenal dengan nama Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.

Perundingan itu tidak hanya menjadi angin segar bagi kedamaian masyarakat Aceh, tetapi juga termaktub  hak-hak  masyarakat  Aceh  yang  harus  dipenuhi  oleh  pemerintah  pusat  melalui Pemerintah Aceh terkait dengan kesejahteraan masyarakat Aceh,  tutup Dr Fikri.

Posted in Berita and tagged , .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *