SALAH satu upaya untuk mendalami arti, makna dan kandungan alquran adalah penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Momen MTQ merupakan salah satu media untuk menebarkan syiar Islam agar umat Islam lebih tekun membaca, mempelajari dan mengamalkan ajaran Alquran di tengah derasnya arus perubahan sosial dan budaya dewasa ini. Sejak MTQ Nasional pertama kali dilaksanakan tahun 1968 sampai saat ini cabang dan golongan yang dimusabaqahkan terus berkembang. Pelaksanaannya diwujudkan dalam cabang cabang Musabaqah, yaitu Tilawah al-Qur’an, Hifzh al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an, Fahm al-Qur’an, Syarh al- Qur’an, Khath al-Qur’an dan menulis isi kandungan al- Qur’an (MMQ). Lebih dari itu MTQ diarahkan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan pengamalan dan pemahaman al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu aspek-aspek yang mempunyai tujuan ke arah tersebut dimusabaqahkan dalam MTQ, seperti membaca, menghafal, menulis, menafsirkan dan menyampaikan tuntunan al-Qur’an. Peningkatan tersebut menggembirakan namun sekaligus merupakan tantangan, karena peningkatan yang bersifat kuantitatif tersebut harus diikuti pula dengan peningkatan kualitas dalam penyelenggaraan maupun hasilnya. Dengan demikian tujuan MTQ agar dapat melahirkan hasil yang lebih bermutu dan sebagai salah satu sarana efektif dalam mewujudkan pengamalan al- Qur’an dalam kehidupan sehari- hari dapat tercapai.
Pelaksanaan MTQ Aceh Ke-35 tahun ini dilaksanakan di Kabupaten Bener Meriah merupakan agenda rutin sebagai ajang silaturahmi dan memotivasi masyarakat agar dapat membumikan ajaran Alquran dalam kehidupan sehari-hari, di samping itu juga sebagai momentum untuk mengukur pembinaan, pembelajaran al-Qur’an di Aceh yang dilaksanakan dua tahun sekali. Membangun Akhlak Secara spesifik MTQ bertujuan untuk melestarikan seni dan budaya al-Qur’an bagi masyarakat, meningkatkan motivasi bagi masyarakat untuk mempelajari al-Qur’an dan meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan isi kandungan al-Qur’an. Dalam konteks pelaksanaan pembangunan, kegiatan MTQ juga mengemban misi yang sangat mulia sekaligus strategis, yakni menguatkan pembangunan akhlak bangsa.
Di samping itu, MTQ juga merupakan sarana untuk mencetak generasi qurani, yaitu generasi yang mencintai, menghayati, dan mengamalkan Alquran dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan MTQ sejatinya dapat meningkatkan jejakjejak peradaban yang ditandai dengan berubahnya pola pikir, kebiasaan dan karakter yakni dari pemikiran yang eksklusif kepada pemikiran yang inklusif dan maju, sehingga khittah Aceh sebagai Serambi Mekkah akan bisa kembali kita perkuat. Berbicara soal peradaban maka tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia, sementara itu, kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan yang berakhlak. Karena walaupun tingginya pendidikan belum ada jaminan akan tingginya kualitas peradaban.
Namun tentunya pendidikan tersebut harus dibangun di atas fondasi yang nilai moral sebagaimana spirit pendidikan dalam alquran, pendidikan karakter atau akhlak akan mampu menggerakkan roda peradaban bangsa. Spirit tersebut merupakan amanah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara jelas membentangkan peta jalan pendidikan di Indonesia yang bertujuan membentuk manusia beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Karena sejatinya pendidikan tidak semata bertumpu pada akademik, tetapi diselaraskan dengan kemampuan literasi dan pembangunan karakter sehingga memiliki pengetahuan dan budaya, serta akhlak yang baik.
Sejalan dengan itu, perhelatan MTQ di Indonesia sudah menjadi tradisi. Jenjang pelaksanaan MTQ tersebut merupakan hirarki dari pembinaan, sehingga akan muncul kaderisasi dan generasi yang memiliki kualitas dalam bidangnya. Oleh sebab itu, melalui MTQ Aceh ke-35 dapat menumbuhkan spirit dan energi bagi masyarakat di Aceh untuk membumikan Alquran dalam dunia nyata. Di samping itu juga, melalui MTQ kali ini dapat melahirkan generasi yang mempunyai kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, dan kecerdasan moral sebagai modal untuk membangun bangsa khususnya Aceh yang saat ini kita sedang melaksanakan syariat Islam secara kaffah. Intensitas pembinaan Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap event perlombaan pasti ada kalah menang, dan setiap orang yang mengikutinya pasti berharap kemenangan. Demikian juga dalam perhelatan MTQ pada semua tingkatannya.
Dalam rentang waktu 10 tahun terakhir yakni 2012-2021, prestasi kafilah Aceh di tingkat nasional mengalami fluktuatif baik pada MTQN maupun STQN, misalnya antara tahun 2012 – 2015 kafilah Aceh belum masuk pada peringkat 10 besar nasional, prestasi tertinggi hanya pada peringkat 11 nasional. Namun tahun 2016 – 2019 kafilah Aceh mulai masuk meraih 10 besar nasional, yakni pada MTQN tahun 2016 peringkat ke-9, STQN tahun 2017 peringkat ke-7, MTQN tahun 2018 peringkat ke-7 dan pada STQN tahun 2019 peringkat ke- 6. Tahun 2020 dan 2021 merupakan realitas memilukan bagi kafilah Aceh, betapa tidak, prestasi yang sebelumnya hampir mendekati lima besar nasional mengalami penurunan yang tajam hingga pada posisi ke-22 nasional di MTQN tahun 2020. Terakhir tahun 2021 lalu pada STQ Nasional di Maluku Utara, prestasi kafilah Aceh hanya mampu naik pada peringkat 12 nasional.
Realitas dari pasang surutnya prestasi kafilah Aceh di ajang nasional tersebut akarnya adalah pada ‘pembinaan’ yaitu kaderisasi calon peserta yang simultan dan berkelanjutan. Di samping juga belum adanya sinergisitas pola pembinaan yang seharusnya sudah dimulai dari pelaksanaan MTQ tingkat kabupaten/kota. Pembinaan peserta selama ini adalah pembinaan persiapan (preparation advice) sebelum keberangkatan peserta mengikuti MTQN/ STQN, tentu saja pola pembinaan seperti ini sangat instan dan terkesan yang penting ada pembinaan, sehingga jika prestasi peserta tidak menggembirakan seolah pemerintah lah yang gagal mengantarkan prestasi peserta.
Upaya ke arah yang lebih baik sebenarnya sudah dilakukan dengan memperbanyak pelatih nasional dan menghadirkan pelatih yang berkualitas, namun tentu saja belum membuahkan hasil yang maksimal. Ada banyak faktor yang dapat menjadi penunjang keberhasilan kafilah Aceh untuk meraih prestasi di tingkat nasional, terutama adalah ‘internalisasi’ kemauan dan kesungguhan dari peserta itu sendiri, sebaik apa pun pembinaan/pelatihan dilakukan kalau kesungguhan dan keyakinan dari pribadi peserta kurang, maka tidak akan dapat meningkatkan prestasinya. Ke depan pola pembinaannya adalah harus dilakukan secara sinergi dan simultan, di tingkat Kabupaten/ Kota sudah dilakukan inventarisir peserta potensial yang kemudian dibina/ dilatih intensif, sehingga Ketika pada MTQ tingkat provinsi peserta potensial tersebut meraih nilai maksimal dibandingkan dengan peserta lainnya.
Demikian juga halnya calon peserta yang akan mengikuti MTQ/STQ tingkat nasional seharusnya sudah diseleksi lebih cepat dan dibina secara khusus, namun kendalanya adalah seleksi di tingkat Kabupaten/ Kota melalui MTQ di Kabupaten/ Kota juga belum sepenuhnya dilaksanakan tepat waktu sehingga menyulitkan bagi provinsi untuk melakukan seleksi sebagaimana yang diharapkan. Strategi pembinaan secara intensif dan sinergisitas semua stakeholder terkait haruslah menjadi agenda bersama, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi kafilah Aceh di ajang MTQN/STQN.
Sumber : Serambinews.com