DSI Aceh Terima Kunjungan Persatuan Kebajikan Wanita Selangor (BAKEWANIS) Malaysia

Kepala DSI Aceh Dr EMK Alidar, S.Ag., M.Hum didampingi Sekretaris Drs. Darjalil Bersama Rombongan Persatuan Kebajikan Wanita Selangor (BAKEWANIS) Malaysia, Selasa (30/04).

Dinas Syariat Islam Aceh – Aceh merupakan salah satu daerah yang ditargetkan oleh wisatawan Malaysia untuk dikunjungi. Alasan yang melatarbelakangi ketertarikan pelancong asal Negeri Jiran ini beragam mulai dari kuliner, panorama alam, bencana tsunami, kearifan budaya lokal serta sejauh mana pelaksanaan syariat Islam secara mendalam. Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sungguh membuat muslim Malaysia terharu, termasuk rombongan dari Persatuan Kebajikan Wanita Selangor (BAKEWANIS), Malaysia.

Setibanya di Aceh, rombongan BAKEWANIS Malaysia menyinggahi Kantor Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam menjadikan Aceh sebagai negeri bersyariat. Kehadiran mereka disambut langsung oleh Kepala DSI Aceh Dr EMK Alidar, S.Ag., M.Hum didampingi Sekretaris Drs. Darjalil di Ruang Rapat Kepala DSI Aceh Selasa, 30 April 2019.

“Adapun tujuan kami ke Aceh untuk mendapatkan penerangan sejarah pelaksanaan Hukum Syariat Islam di Aceh, pelaksanaan dan penguatkuasaan Hukum Syariat di Aceh, dan cabaran hukum Syariat di Aceh,” imbuh rombongan BAKEWANIS.

Dalam penjelasannya, Kepala DSI EMK Alidar mengatakan Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang dapat melaksanakan Syariat Islam secara menyeluruh, ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 44 tahun 1999 tentang 4 (empat) keistimewaan yang diberikan Indonesia kepada Aceh yaitu; pertama, keistimewaan penyelenggaraan agama; kedua, keistimewaan bidang pendidikan; ketiga, keistimewaan bidang adat istiadat; keempat, keistimewaan dalam peran ulama. Keistimewaan bidang penyelenggaraan agama diterjemahkan dalam bentuk penerapan syariat Islam dan diperkuat dengan Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh untuk menerapkan syariat Islam secara Kaffah.

Ia melanjutkan bahwa Dinas Syariat Islam Aceh yang memproduksi atau menyusun segala peraturan dalam bentuk anactment (peraturan-peraturan) berkaitan dengan pelaksanaan Syariat Islam yang disebut dengan Qanun. “Dengan lahirnya Qanun tentang perbankan Syariah menjadikan bank konvensional menjadi bank Syariah, hal ini menjadikan Aceh sebagai contoh untuk Indonesia dimana Lombok dan Sumatera Barat seperti Padang telah mengikuti Aceh dengan menggantikan bank konvensional menjadi bank syariah,” tambahnya.

“Sebelumnya hukum Syariat Islam di Aceh mencakup 3 perkara : khalwat, khamr dan maisir. Kemudian setelah revisi menjadi Qanun Jinayat dan Qanun Acara Jinayat. Qanun Jinayat memperluas cakupan pidana, diantaranya 10 larangan : Khamar; Maisir; khalwat; Ikhtilath; Zina; Pelecehan seksual; Pemerkosaan; Qadzaf; Liwath; dan Musahaqah,” tutup Kepala DSI Aceh.

Posted in Berita and tagged , .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *