
Kadis Syariat Islam Aceh Dr Munawar A Djalil MA bersama Prof Silvia Vignato yang berasal dari Milano, Itali, membahas Anak terkait Syariat Islam di Aceh, di Ruang Rapat Kadis Syariat Islam Aceh, Senin (4/9).
Dinas Syariat Islam Aceh – Silvia Vignato seorang Professor Antropologi Budaya Universitas Degli di Milano, Itali berkunjung ke Dinas Syariat Islam Aceh, Senin Pagi, (4/9). Silvia Vignato datang ke Aceh dalam rangka melakukan penelitian tentang anak yang dikaitkan dengan Syariat Islam di Aceh. Ia ingin memastikan apakah syariat Islam yang berlaku di Aceh itu responsif terhadap anak atau tidak. Selain itu ia juga bertanya bagaimana dengan kasus pemerkosaaan anak yang melakukan tindak pidana jarimah jinayah di Aceh akankan dikenakan hukum cambuk dan apakah Syariat Islam toleransi terhadap non-muslim di Aceh.
Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Dr Munawar A Djalil MA Menjelaskan Syariat Islam di Aceh itu sangat respon terhadap semua instrument yang ada, baik itu respon terhadap anak, perempuan, lansia, toleransi terhadap non-muslim dan lainnya.
“Ketika anak melakukan pelanggaran syariat Islam maka terhadap anak tersebut dilakukan pemeriksaan yang berpedoman kepada peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana anak yaitu usia dibawah 18 tahun. Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 66 dan 67 tertera bahwa jika anak dibawah umur melakukan tindak pidana jinayah maka terhadap anak tersebut dapat dikenakan uqubat (cambuk) paling banyak 1/3 dari uqubat yang telah ditentukan bagi orang dewasa dan/atau dikembalikan kepada orang tua atau ditempatkan di tempat yang disediakan oleh pemerintah untuk dibina,” jelasnya.
“Dalam hal pemerkosaan setiap orang yang melakukannya diancam dengan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 pasal 48, 49, dan 50 dengan uqubat (cambuk) paling sedikit 125 kali dan paling banyak 200 kali. Jika dilakukan pada orang dewasa diancam dengan uqubat paling sedikit 125 kali sedangkan pada anak-anak paling sedikit 150 kali. Ini mengindasikan bahwa syariat Islam di Aceh itu sangat respon dan peduli, lebih-lebih terhadap anak dan perempuan,” tambahnya.
“Adapun mengenai hal toleransi terhadap non-muslim, tidak ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman di Aceh. Malahan mereka justru terlindungi dengan hukum syariah di Aceh, yang penting bagi non-muslim itu bisa menghormati pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Ada satu kasus pelanggaran syariat Islam yang mereka lakukan, mereka diberikan pilihan apakah mereka mengikuti hukum sipil yang berlaku atau hukum syariah,” ungkapnya.
“Kebanyakan dari mereka yang melakukan pelanggaran memilih untuk dihukum sesuai syariat Islam. Tidak ada tekanan dalam hal apapun terhadap non-muslim ini yang memilih hukum syariah, nah ini mengindasikan bahwa syariat Islam di Aceh itu toleransi terhadap non-muslim. hanya saja yang diminta kepada non-muslim agar menghormati dengan hukum syariat Islam yang ada di Aceh,” tuturnya.
“Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sangat menghormati dan menghargai kerukunan antar umat beragama, sehingga antara umat Islam dan non-muslim dapat hidup berdampingan dengan damai,” pungkasnya.
Dalam pertemuan itu Silvia memberikan apresiasi yang tinggi terhadap pelaksanaan Syariat Islam di Aceh setelah mendengar informasi yang konkrit dari Kadis Syariat Islam Aceh Dr Munawar A Djalil MA dalam pertemuannya di Ruang rapat Kadis Syariat Islam tersebut.
Silvia juga mengatakan sangat puas atas penjelasan Dr Munawar A Djalil MA karena selama ini banyak pihak yang keliru khususnya dari luar negeri yaitu Eropa, Amerika, dan Italia. dalam memahami pelaksanaan Syariat Islam di Aceh karena keterbatasan mendapatkan informasi yang benar. Ternyata apa yang diinformasikan diluar sangat berbeda dengan penjelasan pejabat yang berwenang menangani masalah Syariat Islam.